Senin, 16 April 2012

Indonesia Butuh Pendidikan Moral

Pendidikan moral sangat dibutuhkan oleh pelajar generasi ini. Bukan hanya pelajar tapi dibutuhkan oleh masyarakat dunia terutama Indonesia. Sekarang di wadah pendidikan baik itu di universitas maupun di sekolah, sepertinya pendidikan moral di kebelakangkan, di kantungi bahkan ada yang menaruhnya di dalam bak sampah. Apa gunanya mendidik intelek tanpa mendidik moral? Apakah tenaga pengajar sekarang ingin menjadikan bangsa ini intelek, kalau masalah pintar intelek binatang kalau di ajar juga bisa. Apakah tenaga pengajar sekarang ingin menjadikan bangsa kita sebagai bangsa liberalis? Membentuk manusia individu yang duduk di atas muka manusia social, menduduki wajah para pendahulu?
Jika ada seorang bertanya kepada saya, “Mana yang kau pentingkan, moral atau intelek?” Saya jelas akan memilih moral. Tapi tak ada yang salah untuk memilih keduanya. Belum lama ini merebak video porno artis ariel-luna. Kenapa sampai ada video seperti ini? Kalau bukan nkarena hilangnya moral bangsa. Sebenarnya walaupun jutaan maupun triliyunan video porno merebak di tanah air, tak akan berpengaruh jika punya moral. Walupun mereka, si pembuat viodeo porno mengetahui peraturan yang berlaku di tanah air, mengetahui kalau perbuatannya itu melanggar UU, norma maupun agama, tapi tak ada artinya jika seseorang tau peraturan tapi tak tau aturan. Perbedaan tau aturan dengan tau peraturan itu bagai langit dengan comberan. Jika pendidikan moral di negeri ini diterapkan seperti penerapan pendidikan intelek, mungkin Indonesia bisa merdeka, “merdeka yang sebenar-benarnya!” Agar pelajar, khususnya generasi muda bisa mendapatkan pendidikan moral, diperlukan tenaga pengajar yang mempunyai moral dan intelek yang baik. Tidak seperti seorang guru SMA yang baru-baru ini melakukan transaksi, membeli keperawanan siswinya yang diperdagangkan oleh siswanya sendiri.
Jika para guru bangsa sudah bermoral dan inteleknya tek diragukan lagi, tinggal mentransfer ilmu intelek dan moralnya kepada para anbak didiknya. Tapi guru seperti petani, hanya bisa memaksimalkanpertumbuhan tanamannya. Tak bisa mengubah sifat dasar tanaman/ tumbuhan. Contohnya, seorang petani tak bisa memanen buah rambutan dari benih durian. Seorang guru tak akan bisa mengubah sifat dasar seseorang. Guru itu hanya bisa memaksimalkan kemampuan dan mengarahkan tujuan para anak didiknya. Dan cara yang paling efektif adalah denagn system pengajaran kinder spellen. Sistem ini sanagt menddidik moral dan intelek anak didik. Sistem ini juga akan menimbulkan kesinambungan dalam KBM. Selain itu system ini bisa menghilangkan perasaan jenuh anak didik.Berbeda dengan system pendidikan regering tucht en orde, yanghanya berpangku pada intelek dan kedisiplinan dan membelakangi moral. Memang anak didik dari system pengajaran regering tucht en orde akan memiliki kedisiplinan yang tinggi dan intelek yang menakjubkan, tapi bagaimana dengan moral?
Generasi muda juga seharusnya bekerja keras, karena kelak mereka akan menjadi tiang penyangga sang saka, merah putih Indonesia, menggantikan tiang yang sudah rapuh. Dalam hal menyangga sang saka, pengetahuan di perlukan agar sang saka bisa ditempatkan di tempat yang layak. Sedangkan moral di butuhkan agar sebagai tiang penyangga tidak mudah rapuh. Belum lagi sekarang jutaan, bahkan miliyaran telur rayap telah menetas. Jadi sulit mempertahankan kekokohan tiang penyangga. Tapi tetaplah kembangkan moralmu! Perbanyak ilmumu! Kobarkan semangat! Semangat patriotis! Semangat nasionalis! Semangat generasi muda! Semangat yang bermoral! Semangat generasi pembawa perubahan!
Bagi kalian yang mengantungi moral, pergunakanlah moralmu sebelum membusuk. Bagi kalian yang menaruh morah di bak sampah, maka temukanlah, lalu bersihkan dan gunakan moralmu! Dan bagi kalian yang kehilangan moral, maka kami akan bantu untuk menemukannya!
SALAM PERUBAHAN!

Keindahan moral pada generasi muda

Dari judulnya terdapat kata Keindahan namun berbanding terbalik dengan Moral Generasi Muda sekarang ini. Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “jumlah anak-anak hanya 25% dari total penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan bangsa”. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa besarnya pengaruh generasi muda terhadap maju-mundurnya sebuah bangsa. Untuk itu kualitas generasi muda sangat berpengaruh terhadap kualitas sebuah bangsa. Manakala generasi mudanya “bobrok”, maka “bobrok” pula bangsa tersebut. Manakala generasi mudanya “latah”, maka “latah” pula bangsa tersebut. Sebaliknya manakala generasi mudanya jujur, tekun, sopan, cinta damai, kerja keras, dan bertanggungjawab, maka dipastikan akan baik pula kualitas bangsa tersebut.
Kembali lagi kepada kita sebagai generasi muda, untuk mencapai moral yang baik dimulai dengan munculnya idealisme sebagai pegangan seseorang. Sebelum lebih jauh "Apa itu Idealisme?", "Apa itu Moral?". Saya akan menjelaskan Idealisme dan Moral.

Idealisme
Idealime adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.

Moral
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.

Moral juga dapat diartikan sebagai sikap,perilaku,tindakan,kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman,tafsiran,suara hati,serta nasihat,dll. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Maraknya kenakalan, tawuan, dan kriminalitas yang dilakukan oleh remaja akhir-akhir ini bisa jadi merupakan “tanda-tanda zaman” seperti yang dikemukakan oleh Prof. Thomas Lockona . Mulai dari penyalahgunaan narkoba (drug’s), pergaulan bebas, tawauran pelajar & mahasiswa, dst merupakan sebagian kecil contoh yang masuk dalam indicator “tanda-tanda zaman” itu. Jika benar adanya demikian, rela-kah kita jika bangsa ini menuju jurang kehancuran seperti kata Prof. Thomas Lockona ? Penulis yakin kita semua tidak ada yang mau bangsa-nya hancur, kecuali mereka yang telah mati hati nurani-nya.
Pada dasarnya seluruh manusia itu dilahirkan dalam keadaan fitri (suci). Tidak ada manusia yang dilahirkan untuk dipersiapkan menjadi teroris, perampok, preman, pembunuh, koruptor, atau penjahat-penjahat lainnya. Begitu pula dengan generasi muda bangsa, baik atau buruk akhlak mereka sangat bergantung pada bagaimana dididik dan dibesarkan dalam lingkungannya. Baik itu lingkungan keluarga, sekolah, komunitas, hingga lingkungan sosial masyarakat.
Penulis melihat terjadinya dekadensi moral pada generasi muda saat ini adalah merupakan cerminan moral dari para generasi tua-nya, tentu di samping dari efek globalisasi yang tidak bisa dipungkiri. Mengapa cerminan dari para generasi tua? Sebab berdasar teori sosiologi, setiap generasi muda akan meniru (bercermin) dari apa yang dilakukan oleh generasi tua-nya. Manakala moral generasi tua-nya rusak, maka rusak pula moral generasi muda-nya seperti yang terjadi sekarang ini. Maka dari itu sebelum menyalahkan para generasi muda, menurut hemat penulis lebih bijak bila para generasi tua pun mau instropeksi diri.
Penulis melihat selama ini kita hanya sibuk menyalahkan generasi muda yang mulai “bobrok” moral-nya, tanpa melihat dan menghayati factor-faktor yang menyebabkan-nya secara lebih bijak. Sebenarnya jika kita mau melihat lebih bijak, krisis moral yang melanda generasi muda kita saat ini, tidak bisa dilepaskan dari krisis “ketauladanan” di negeri ini. Penulis melihat Indonesia sekarang ini benar-benar sedang mengalami krisis “ketauladanan” yang bisa jadi ini-lah hulu dari aliran deras krisis multidimensi yang melanda bangsa akhir-akhir ini.
Harus diakui generasi muda masih butuh banyak pembelajaran dari generasi tua pendahulu. Untuk itu generasi tua sebagai yang lebih berpengalaman harus aktif membimbing, mengarahkan, serta memberikan pengayoman kepada para generasi muda, dan tidak hanya memberikan vonis ataupun sumpah serapah. Akhirnya teriring kata “Bersatulah generasi muda dan generasi tua demi kebangkitan bangsa Indonesia, DEMI KEJAYAAN NKRI…!”

Zaman sedang sakit keras

Era modern dengan segala propagandanya telah meluluh lantakkan nilai nilai moral di seluruh dunia. Remaja di giring pada nilai nilai materialisme yang menjunjung tinggi hedoisme tanpa melibatkan nilai nilai agama. Akibat muncul euforia sekularis yakni tergila gila pada materi dan menjadikan uang sebagai Tuhan. Saban hari remaja remaja seluruh dunia histeris memuja-muja sosok hedois (artis) yang sudah menjelma menjadi nabi. Kehidupan glamor artis-artis itu memberikan inspirasi bahwa materi adalah segala-gala nya. Artis adalah simbol kesejahteraan, kebahagiaan, dan sumber rujukan moral. Status sosial mereka di mata remaja modern begitu tinggi.
''Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan di lalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)'' ( QS. Al-Hijr: 3) Sementara itu dalam kehidupan nyata, hidup begitu sulit. jangankan membeli mobil dan rumah mewah seperti hal nya artis-artis itu, sekedar isi perut pun harus banting tulang. bagi remaja yang tidak mau melihat realitas ini, memilih jalan pintas. Merebaklah berbagai kejahatan, pencurian, perampokan, penjarahan, penjambretan, dan lain-lain menjadi pemandangan yang kita saksikan tiap hari, itulah jalan.
Di sisi lain kita melihat remaja yang memaksakan diri bergaya ala artis. Memakai baju ketat merek A, jeans merk B, kacamata merk C, parfume D, perias wajah merk E, tas merk F, sepatu merk G, dan lain-lain yang kesemuanya produk barat yang notabene nya Yahudi. Jadilah ia remaja imitasi yang hidup di dunia mimpi. Belum lagi banyak remaja yang berprilaku tidak senonoh hanya karena ingin diakui sebagai pengikut artis tertentu. Sok jago, serasa jadi pahlawan, dan beringas mencontoh aktor laga pujaan nya.
Berbagai perilaku di atas hakikat nya ekspresi dari ketegangan, depresi atau stress berat menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Secara psikologis, para remaja-remaja itu tengah sakit keras. Mereka tidak bisa menerima kenyataan apa adanya. Akibat nya mereka mendorong untuk mengambil jalan pintas. Prinsipnya, asal gue senang. Sementara para kriminolog menyebut periode yang tengah kita hadapi sebagai periode eksploitatif dan pemerasan terorganisir serta sebagai periode komersialisasi kriminalitas. Di kota-kota besar hal itu di tandai oleh hal-hal sensasional, agresivitas, ketidak stabilan dan ketidak amanan. Iklim sosial selalu di liputi suasana kecurigaan, kebencian, kekerasan, dan persaingan ketat sehingga kota-kota menjadi pusat maladjusment (ketidak sesuaian) yang ganda bagi penduduknya.
Hal itu sebagai akibat industrialisasi, mekanisasi, modernisasi, yang serba radikal yang menyebabkan masyarakat banyak yang merasakan siksaan bathin, kebisingan, polusi udara, dan beban hidup yang menegangkan. Yang mereka inginkan pun kadang hal-hal yang lebih kaya, lebih baru, lebih besar, dan lebih berkuasa lagi sebagai akibat persaingan yang ketat dan pola hidup yang konsumeris. Lengkaplah sudah dunia ini dipenuhi mode-mode jahiliyah yang mengusung kebebasan berpikir dan perperilaku yang steril dari nilai-nilai islam. Ironis nya, kemunduran ini mereka sebut kemajuan. Pamer aurat di anggap seni, Perzinaan di anggap zamannya dan pembunuhan janin (aborsi) di anggap hak asasi. Maka lahirkan generasi instan, yaitu generasi yang tidak memiliki kepedulian terhadap moral. Yang mereka pikirkan hanya kenikmatan sesaat walaupun harus merugi orang lain.

Minggu, 01 April 2012

Hukum di Indonesia

Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas sedikit tentang kondisi hukum di Indonesia saat ini. Dewasa ini kondisi hukum ditanah air kita bisa dibilang memprihatinkan. Bagaimana tidak, persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia. Penegakkan hukum di Indonesia ini sudah lama menjadi persoalan serius bagi mayarakat Indonesia. Hal ini menimbulkan dampak – dampak yang serius dalam konteks penegakkan hukum. Sebelum mengulas lebih dalam tidak ada salahnya untuk mengulas tentang asal muasal hukum Indonesia terlebih dahulu.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik yang perdata maupun pidana berbasis pada hukum eropa continental, khususnya dari belanda. Karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut islam, maka dominasi hukum atau sayri’at islam lebih banyak terutama dibidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selai n itu di Indonesia juga berlaku system hukum adat yang diserap dalam perundang – undangan atau yurisprudensi, yang merupakan terusan dari aturan – aturan setempat dari masyarakat dan budaya – budaya yang ada di wilayah nusantara.
Kembali ke pokok masalah hukum di Indonesia saat ini, dalam konteks pembuatan kebijakan maupun dalam konteks pelaksanaan kebijakan. Masih terlihat adanya gejala anomi dan anomali yang belum dapat diselesaikan dengan baik selama beberapa tahun pasca reformasi. Dari segi system norma, perubahan – perubahan telah terjadi dimulai dari norma – norma dasar dalam konstitusi Negara yang mengalami perubahan mendasar. Dari segi materinya dapat dikatakan bahwa UUD 1945 telah mengalami banyak sekali perubahan dari isi aslinya sebagaimana diwarisi dari tahun 1945. Sebagai akibat lanjutannya laka keseluruhan system norma hukum sebagaimana tercermin dalam berbagai peraturan undang – undang harus pula diubah dan diperbaharui.
Dalam konteks pembuatan aturan, perhatikanlah bagaimana kinerja lembaga – lembaga legislasi dan regulasi kita, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kinerjanya sebagian besar masih belum professional dan mengarah kepada upaya perbaikan system hukum kita secara keseluruhan. Baik DPR, DPRD, DPD, biro – biro hukum sebagai instansi pemerintahan masih bekerja secara serabutan dan tanpa arah yang jelas. Melainkan mereka hanya berdasarkan kebutuhan dadakan dan didasarkan atas pesanan ataupun perintah yang bersifat sesaat dan seperlunya.
Demikian pula di bidang pelaksanaan kebijakan, yang menentukanjustru adalah atasan atau pejabat yang berwenang mengambil keputusan. System birokrasi penerapan hukum kita masih sangat personal, belum melembaga secara kuat dan masih sangat tergantung keteladanan pimpinannya. Melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut, maka kita harus berbenah diri dan mulai melakukan hal – hal yang baik. Dimulai dari diri kita sendiri, seperti menjauhi tindakan kejahatan dan pelanggaran, serta taat pada aturan yang berlaku yang telah ditetapkan.
Begitu pula dalam proses penegakan hukum, aparat penyelidik, penyidik, penuntut, pembela, hakim pemutus dan apatatur pemasyarakatan masih bekerja dengan kultur, kerja yang tradisonal dan cenderung primitive. Lihatlah bagaimana kasus Bibit dan Chandra, disini kita bisa mengenali kebobrokan dunia penegakan hukum di Indonesia. Lihat pula terungkapnya kasus Artalyta Suryani yang mempunyai istana di dalam penjara. Dari kasus ini jelas tergambar betapa buruknya cara kerja lembaga penyelidik di Negara kita. Dengan kata lain, kita menghadapi banyak masalah mulai dari lembaga penyidik sampai ke lembaga pemasyarakatan.
Oleh karena itu, kita sebagaimasyarakt dan sekaligus warga negar Indonesia sangat membutuhkan sautu atura hukum yang tegas dan dapat melindungi hak –hak warga Negara, agar Negara Indonesia ini terbebas dari berbagai korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan juga tindak kejahatan lainnya yang dapat merugikam warga Negara atau masyarakat Indonesia. Sehingga Negara ini mampu mencapai kesejahteraan, kualitas, keamanan yang baik, terciptanya keadilan yang tidak memihak dan menjadi Negara yang makmur.